Oleh Ai Haifa Abdulkarim
Kadang aku tahu harus mengucapkan apa,
Berterimakasih atas semua yang kaulakukan,
Tapi semua kata terbang entah kemana,
Secepat datangnya ke ribaan.
Bagaimana aku bisa cukup berterimakasih,
Pada orang yang membuat hidupku lengkap,
Pada orang yang memberikan anugerah,
Yang membuat jiwaku terbentuk mantap.
Orang yang menyelimutiku tiap malam,
Orang yang menghentikan tangisanku,
Orang yang sangat ahli dalam,
Menelanjangi semua kebohonganku.
Orang yang mengantarkanku ke sekolah,
Dan melewatkan hari-hari sepi seorang diri,
Namun dengan ajaib tersenyum cerah,
Saat aku pulang sore hari.
Orang yang bersedia berkorban,
Untuk selalu mendahulukanku,
Yang membiarkanku menguji sayap patahku,
Meski menyakitkan bagimu.
Yang mewarnai dunia bak pelangi,
Saat dipenuhi kegagalan mimpi,
Yang dengan terang menjelaskan lagi,
Saat kenyataan terbagi.
Adakah kata-kata yang tepat?
Bagiku pertanyaan ini tak mudah…
Apa pun yang ingin kukatakan-sangat sarat
Terasa tak pernah sudah.
Cara apa yang ada untuk berterimakasih,
Bagi hatimu, keringatmu, air matamu,
Bagi sepuluh ribu hal kecil,
Bagi oh-tak terhitung-banyaknya usiamu.
Bagi kerelaanmu berubah bersamaku,
Menerima semua kelemahanku,
Tidak mencintai karena terpaksa,
Tapi mencintai “hanya karena.”
Karena tak pernah putus asa padaku,
Walau sudah kehilangan akalmu,
Karena selalu bangga padaku,
Karena menjadi sahabatku.
Dan karena itu aku sadar,
Satu-satunya cara mengatakan,
Satu-satunya terimakasih yang bukan sekadar,
Hanya jelas dalam satu ungkapan.
Tataplah aku di depanmu,
Lihat aku telah menjadi apa,
Apakah kaulihat dirimu dalam diriku?
Tugas yang telah kaulakukan?
Semua harapan dan mimpimu,
Kekuatan yang tak terlihat siapapun,
Peralihan selama bertahun-tahun,
Yang terbaik darimu ada dalam diriku.
Terimakasih atas semua anugerahmu,
Untuk semua yang kaulakukan,
Tapi terimakasih, Ibu, terutama,
Karena membuat mimpi jadi kenyataan.
Dengan Cinta,
Putrimu