Kerinduan

Kepergianmu adalah gumpalan mega mendung yang melukis langitku dengan kekelaman
Kepergianmu adalah deburan ombak-ombak liar yang menghantam kedamaian di kedalaman jiwaku.
Kepergianmu adalah bait-bait kerinduan yang mengema di sepanjang lorong hatiku.

Andai Tuhan mengijinkan kau hidup sekali lagi.
Akan kubentangkan jemariku menjembatanimu kembali.
Tapi aku takkan memintanya..karena kuyakin Dia telah membuatmu nyaman.

Ayah..lihatlah…!!Kesedih

an berdiri dengan congkaknya mengedor pintu rumah kami bertubi-tubi..mencoba menyeret kami pada tangisan dan ratapan tanpa makna..Takkan kubiarkannya masuk, karena kau telah mewasiatkan aku untuk mengusirnya..atau menguburnya di halaman dan membiarkannya terinjak-injak kegirangan budak-budak yang bermain, bernyanyi dan menari.

Akan ku pungut butiran-butiran cahaya dan kedamaian diantara gumpalan-gumpalan mega dan deburan ombak-ombak liar..agar langit dirumah kami tetap sumringah…agar laut dirumah kami tetap indah.

Kitab Gramatikal Bahasa Arab “al-Muqaddimah al-Âjurrûmiyyah”

Oleh : Abdullah Abdulkarim Lc.

Biography Pengarang

Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Dawud Al-Shinhâji, dengan mengkasrahkan shod , bukan dengan memfathahkannya seperti yang sering disebutkan oleh sebagian kalangan. Kalimat Al-Shinhâji ini seperti  yang diriwayatkan oleh Al-Hamîdi dinisbatkan kepada salah satu kabilah yang berada di Negeri Maroko yaitu kabilah Shinhâjah.Nama ini kemudian dikenal sebagai Ibnu Âjurrûm.

Kata Âjurrûm menurut Ibnu ‘Imad Al-Hanbaly dalam kitab Syadzarât al-Dzahab formulasinya dengan memfathahkan alif mamdûdah, mendhommahkan huruf jim dan mentasydidkan huruf ro’.

Syeikh Shalih Al-Asmary telah menyebutkan dalam kitabnya Îdhôh Al-Muqaddimah Al-Âjurrûmiyyah, bahwa  kata Âjurrûm ini setidaknya memiliki lima aksen yang berbeda dalam memformulasikan kelima huruf hijaiyah ini.

Pertama, riwayat Ibnu ‘Anqô’ yang dikuatkan oleh Imam Suyuthi dalam Bughyat al-Wu’ât yaitu dengan memfathahkan alif mamdûdah, mendhommahkan huruf jim dan mentasydidkan huruf ro’, dibaca Âjurrûm.

Kedua, aksen yang diriwayatkan dari al-Jamal al-Muthoyyib yaitu dengan memfathahkan huruf jim, jadi dibaca Âjarrûm.

Ketiga, pendapat yang dinukil oleh Ibnu Âjurrûm sendiri yang ditulis oleh Ibnu al-Hajjaj dalam kitab al-Aqdu al-Jauhary dengan formulasi hamzah tanpa dipanjangkan yang difatahkan, huruf jim yang disukunkan dan huruf ro’ tanpa syiddah jadi dibaca Ajrûm.

Keempat, Aksen yang ditulis oleh Ibnu Maktum dalam Tadzkirohnya yaitu Akrûm, bukan dengan huruf jim melainkan dengan huruf kaf.

Kelima, yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Anqô’ bahwa banyak orang membacanya dengan menghapus hamzahnya sehingga dibaca Jurrûm.

Kata Âjurrûm ini, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Anqô’ dan dikuatkan oleh Imam Shuyuthi dan Ibnu al-Hâj berasal dari bahasa Barbarian, – sebuah bangsa yang mayoritas kabilahnya menempati pegunungan di wilayah Afrika bagian selatan –  yang berarti al-Faqîr al-Shûfy.

Ibnu Âjurrûm dialhirkan di kota Fasa, -sebuah kota besar di Negara Maroko – pada tahun 672 H yaitu tahun wafatnya Imam Malik dan wafat di kota itu hari Senin ba’da Dzuhur tanggal 20 Shafar Tahun 723 H.

Beliau menimba ilmu di Fasa, kampung halamannya, hingga pada suatu hari beliau bermaksud untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Ketika melewati Mesir, beliau singgah di Kairo dan menuntut ilmu kepada seorang ulama nahwu termasyhur asal Andalusia, yaitu Abû Hayyân pengarang kitab al-Bahru al-Muhith sampai mendapat restu untuk mengajar dan dinobatkan sebagai salahsatu imam dalam ilmu gramatikal bahasa arab atau ilmu nahwu.

Selain terkenal sebagai ulama nahwu, beliau juga terkenal sebagai ahli fikih, sastrawan dan ahli matematika, di samping itu beliau menggeluti ilmu seni lukis, kaligrafi dan tajwid. Karya yang dipersembahkannya berupa kitab-kitab yang ia karang dalam bentuk arjuzah, bait-bait nadzam dalam ilmu qiro’at dan lain sebagainya. Dua diantara karyanya yang terkenal adalah kitab Farâ’id al-Ma’âni fî Syarhi Hirzi al-Amâni dan kitab ini Al-Muqaddimah Al-Âjurrûmiyyah.

Identitas Kitab

Pengarang kitab ini yang tidak lain adalah Ibnu Ajurrum tidak memberikan nama khusus untuk kitabnya. Dalam penamaannya kitab ini dikenal dengan nama yang dinisbatkan kepada pengarangnya, sehingga kitab ini dikenal dengan nama al-Âjurrûmiyyah atau al-Jurmiyyah. Sebagaimana tatacara penisbatan dalam gramatikal bahasa arab bahwa murokkab idhofi atau kata kompleks yang disandarkan seperti kata Ibnu Âjurrûm pada bab nisbat biasanya dihapus awal katanya dan dinisbatkan pada kata kedua.(lihat Alfiah Ibnu Malik, Bab Nasab bait 870-871).

Kitab ini dikenal juga dengan nama Al-Muqaddimah Al-Âjurrûmiyyah atau Muqaddimah Ibnu Âjurrûm.Dinamakan Muqaddimah karena bentuk karangannya adalah muqaddimah atau dalam bahasa indonesianya bentuk karangan prosa bukan berupa bait-bait nadzam.

Selain tidak memberi nama khusus pada kitabnya, Ibnu Ajurrum juga tidak menyebutkan kapan kitab ini dikarang sehingga para penulis biography tidak mengetahui secara pasti kapan kitab ini disusun. Hanya saja Ibnu Maktum yang sejaman dengan Ibnu Ajurrum dalam Tadzkirahnya menyebutkan bahwa kitab itu dikarang sekita tahun 719 H.

Adapun tempat penulisan kitab ini, Al-Râ’i, Ibnu al-Hâj dan al-Hamîdy meriwayatkan bahwa Ibnu Ajurrum mengarang kitab ini sepanjang perjalanan beliau menuju Makkah.

Metode penulisannya terfokus pada judul-judul besar ilmu nahwu dan pembahasan-pembahasan pokok, sehingga kitab ini dikenal sebagai kitab yang ringkas dan padat. Imam Suyuthy dalam Bughyat al-Wu’ât menyebutkan bahwa  Ibnu Ajurrum berkiblat pada ulama Kufah dalam karangan nahwunya. Hal ini dibuktikan dalam pembahasan asma’ al-khamsah yang merupakan pendapat ulama Kufah, sedang ulama Bashrah menambahkannya menjadi asma’ al-sittah. Hal lain yang mengindikasikan ke-Kufah-annya adalah dengan memasukan “kaifama” dalam jawazim , adalah hal yang ditentang oleh ulama Bashrah.

Kitab ini mendapat apresiasi yang sangat besar baik dari kalangan para ulama maupun para murid. Bentuk apresiasi ini terlihat dari munculnya para ulama yang menciptakan bait-bait nadzam, syarah dan komentar dari kitab ini.

Pengarang kitab Kasyfu al-Dzunûn menyebutkan bahwa diperkirakan lebih dari sepuluh kitab yang menjadi nadzam, syarah, dan komentar dari kitab ini.

Diantara yang menciptakan bait-bait nadzam dari kitab ini adalah Abdul Salam al-Nabrâwy, Ibrahim al-Riyâhy, ‘Alâ al-Dîn al-Alûsy dan yang paling terkenal adalah kitab Matnu al-Durrah al-Bahiyyah karangan Syarafuddin Yahya al-‘Imrîthy.

Adapun kitab-kitab yang menjadi syarah kitab ini diantaranya adalah,

  1. Kitab al-mustaqill bi al-mafhumiyyah fi Syarhi Alfadzi al-Âjurrûmiyyah yang dikarang oleh Abi Abdillah Muhammad bin Muhammad al-Maliky yang dikenal sebagai al-Ra’î al-Andalusy al-Nahwy al-Maghriby.
  2. Kitab al-Durrah al-Nahwiyyah fî Syarhi al-Âjurrûmiyyah karangan Muhammad bin Muhammad Abi Ya’lâ al-Husainy  al-Nahwy.
  3. Kitab al-Jawâhir al-Mudhiyyah fî halli Alfâdz al-Âjurrûmiyyah karangan Ahmad bin Muhammad bin Abdul Salam.
  4. Kitab al-Nukhbah al-‘Arabiyyah fî halli Alfâdz al-Âjurrûmiyyah karangan Ahmad bin Muhammad bin Abdul Salam.
  5. Kitab al-Duror al-Mudhiyyah karangan Abu Hasan Muhammad bin ‘Ali al-Maliky al-Syâdily.
  6. Kitab al-Kawâkib al-Dhauiyyah fî halli Alfâdz al-Âjurrûmiyyah karangan Syeikh Syamsuddin Abil Azam Muhammad bin Muhammad al-Halâwy al-Muqoddasy.
  7. Kitab al-Jawâhir al-Sunniyyah fî Syarhi al-Muqaddimah al-Âjurrûmiyyah karangan Syeikh Abu Muhammad Abdillah yang terkenal dengan sebutan Ubaid bin Syeikh Abul Fadly bin Muhammad bin Ubaidillah al-Fâsy
  8. Kitab Syarhu al-Syeikh Khalid al-Azhary ‘alâ Matni al-Âjurrûmiyyah.
  9. Kitab Syarhu al-Syeikh Yazîd Abdurrahman bin Ali al-Makûdiy al-Nahwy.
  10. Kitab Al-Tuhfah al-Sunniyyah karangan Syeikh Muhammad Muhyiddin Abdulhamid.
  11. Kitab Syarah milik Syeikh Hasan al-Kafrawy al-Syafi’î  al-Azhary
  12. Kitab Hâsyiat al-Âjurrûmiyyah karangan Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim al-Najdy.
  13. Kitab Îdhôh al-Muqaddimah al-Âjurrûmiyyah karangan Syeikh Shalih bin Muhammad bin Hasan al-Asmary.
  14. 14. Kitab Al-Ta’lîqât al-Jaliyyah ‘alâ Syarhi  al-Muqaddimah al-Âjurrûmiyyah karangan Muhammad Shalih al-‘Utsaimîn.

Al-hamidy dalam hasyiahnya menceritakan bahwa Ibnu Ajurrum setelah selesai mengarang kitab ini, beliau melemparkan kitabnya ke laut dan berkata : “Jika kitab ini murni karena mengharap ridha Allah maka ia tidak akan basah”, dan kitab itu tetap kering. Wallahu a’Lam

Kompilasi Note

By : Teh Elly

RinDu

Aku..
Do’a-do’a jg getar daun-daun
Slalu mengharap engkau kembali ada.

Diam

Biarlah aku ta melakukan apa2 bila dngn itu menjd ta menyusahkan kedlmn kedamaian…
Seperti senja d tepi pantai ketika air sdg diam.

Ajari Aku

Aku telah belajar makna sederhana bisikanmu..dlm bunga-bunga dan matahari.
Ajari aku mengetahui kata-katamu d dlm kepedihan dan rs sakit

?

Senyummu adalah bunga-bunga d ladangmu sendiri

Ucapanmu adalah desau pohon-pohon cemara d hutanmu sendiri

Tp hatimu…
Semoga aku menjadi penghuninya yang abadi.

Semangat

Jangan berhenti dan memetik bunga-bunga untuk menyimpannya,tp teruslah berjalan,karena bunga-bunga itu menyimpan dirinya d sepanjang perjalananmu.


Tak Pernah Cukup

Oleh Ai Haifa Abdulkarim

My SisterKadang aku tahu harus mengucapkan apa,
Berterimakasih atas semua yang kaulakukan,
Tapi semua kata terbang entah kemana,
Secepat datangnya ke ribaan.

Bagaimana aku bisa cukup berterimakasih,
Pada orang yang membuat hidupku lengkap,
Pada orang yang memberikan anugerah,
Yang membuat jiwaku terbentuk mantap.

Orang yang menyelimutiku tiap malam,
Orang yang menghentikan tangisanku,
Orang yang sangat ahli dalam,
Menelanjangi semua kebohonganku.

Orang yang mengantarkanku ke sekolah,
Dan melewatkan hari-hari sepi seorang diri,
Namun dengan ajaib tersenyum cerah,
Saat aku pulang sore hari.

Orang yang bersedia berkorban,
Untuk selalu mendahulukanku,
Yang membiarkanku menguji sayap patahku,
Meski menyakitkan bagimu.

Yang mewarnai dunia bak pelangi,
Saat dipenuhi kegagalan mimpi,
Yang dengan terang menjelaskan lagi,
Saat kenyataan terbagi.

Adakah kata-kata yang tepat?
Bagiku pertanyaan ini tak mudah…
Apa pun yang ingin kukatakan-sangat sarat
Terasa tak pernah sudah.

Cara apa yang ada untuk berterimakasih,
Bagi hatimu, keringatmu, air matamu,
Bagi sepuluh ribu hal kecil,
Bagi oh-tak terhitung-banyaknya usiamu.

Bagi kerelaanmu berubah bersamaku,
Menerima semua kelemahanku,
Tidak mencintai karena terpaksa,
Tapi mencintai “hanya karena.”

Karena tak pernah putus asa padaku,
Walau sudah kehilangan akalmu,
Karena selalu bangga padaku,
Karena menjadi sahabatku.

Dan karena itu aku sadar,
Satu-satunya cara mengatakan,
Satu-satunya terimakasih yang bukan sekadar,
Hanya jelas dalam satu ungkapan.

Tataplah aku di depanmu,
Lihat aku telah menjadi apa,
Apakah kaulihat dirimu dalam diriku?
Tugas yang telah kaulakukan?

Semua harapan dan mimpimu,
Kekuatan yang tak terlihat siapapun,
Peralihan selama bertahun-tahun,
Yang terbaik darimu ada dalam diriku.

Terimakasih atas semua anugerahmu,
Untuk semua yang kaulakukan,
Tapi terimakasih, Ibu, terutama,
Karena membuat mimpi jadi kenyataan.

Dengan Cinta,
Putrimu

Tentang Ayahku

My Parent

Ai HaiFa AbdulKarim :

Lelaki itu yang sangat kucintai, kusayangi, kupuja, kubanggakan, kuhormati kini terkujur kaku diatas tempat tidur dikelilingi dan ditempeli alat-alat medis.
Sungguh sangat bergeser meskipun hanya 1 mm saja karena aku tak bisa jauh darinya.
Yaa Tuhan … aku tak tega melihatnya.
tak kuasa menahan air mataku setiap kali mendengar desahan nafasnya dan mendengar mesin deteksi itu berbunyi dan melihat angka-angkanya, memperhatikan garis yang berbentuk kurva, aku tak kuasa …
Yaa Tuhan … sebelum matahari terbit

Engkau Yang Maha Tahu atas segala yang terjadi pada hambamu.
Yaitu beliau, lelaki yang paling kucintai itu, lelaki yang kukenal dengan kesabarannya, lelaki yang pernah memberiku semangat hidup.
selalu bersedia berkorban apa saja agar aku dapat bahagia.
berilah jalan keluar yang terbaik atas segala apa yang menimpa keluargaku.
Yaa .. Tuhan kuatkan lah diriku, Ibuku, kakakku, adikku.
izinkanlah kami menerima ini dengan hati yang lapang.
tabahkanlah kami agar tidak meratap berlebihan.
karena ditinggalkan orang yang paling kami kasihi.
mampukanlah kami agar kami dapat melepas kepulangan ayah kami ke Rumah Allah dengan senyuman yang ikhlas.
kami yakin kepergian ayah bukan brarti ayah pergi meninggalkan kami tapi ayah pergi untuh menunggu kami di alam sana supaya kita bisa bersama-sama lagi !!

Amar AmruLLah AbdulKarim :

Bandara Soekarno-Hatta, terminal D, empat setengah tahun yang lalu.
Aku memeluk tubuhnya yang terlihat letih dan basah oleh keringat.
Baginya, mungkin keadaan seperti itu adalah hal yang biasa, karna setiap hari dia berjalan kaki di bawah teriknya matahari berkilo-kilo jauhnya, berkeliling dari satu mesjid ke mesjid lainnya untuk menyampaikan pesan Tuhan.
Tapi bagiku ketika melihatnya dalam keadaan seperti itu adalah sebuah kegetiran, karena keringat itu keluar demi memberi aku makan, dan demi mempertahankan agar aku dapat meneruskan sekolah.
Ketika tanganku menyentuh punggungnya yang kuyup dan merasakan detak jantungnya di dadaku, hatiku seketika bertanya, Adakah orang yang lebih ikhlas dan lebih sabar dari ‘Orang ini’ di dunia?…
Bagiku dia orang yang tegar, orang yang dapat menghiasi penderitaannya dengan senyuman bukan dengan keluhan.
Ketika aku terlepas dari pelukannya, aku sempatkan untuk melihat matanya yang lelah karena kekurangan jam tidur, mencium tangannya yang kasar,dan memperhatikan senyumnya yang sangataneh dari biasanya.
Dan sekarang, setelah empat tahun setengah, aku baru tau makna dari senyum itu, Itu adalah senyum perpisahan…
dan pertemuan itu juga merupakan pertemuan terakhir antara seorang anak dan ayah….

Maafkan aku… karena aku tak berada di dekatmu saat engkau menghembuskan nafas terakhir, bakan aku tak sempat hadir, hanyauntuk sekedar mengurusi jenasahnya, menyolatinya dan mengebumikannya.
Aku hanya dapat mengucapkan selamat jalan dari jauh, dan ucapan terimakasih dalam hati.
Terimakasih karena selama ini engkau tidak memperkenalkan aku dengan harta dan dunia
Terimakasih karena engkau telah memberiku makan dari hasil ngaji, bukan hasil korupsi
Dan terimakasih karena kau telah mengajarkanku tentang hal-hal yang baqa bukan hal-hal yang fana

Aku sangat merindukan perjumpaan kita di akhirat kelak.

Antum lana salafun wanahnu lakum tubba’un wa Inna InsyaAllahu bikum lahikun

Allahummaghfirlahu Ya Rabb…

Perempuanku

00.54 dini hari, aku baru selesai membaca dan membuat
rangkuman untuk ujian pertengahan bulan. Sementara
secangkir kopi, sebotol air putih, sebotol zabado,
sekotak obat migrain, dan lembaran-lembaran kertas
satu, dua, tiga, hmm….tidak terhitung,  berserakan di
sisi kiriku. 

Aku bangkit dari dudukku dan menyelonjorkan otot-otot
punggungku yang kaku dengan berbaring di karpet.
Sementara temanku sudah sejak tadi lena berpelukan
dengan gulingnya. Buat aku, tidak terlalu penting,
apakah aku harus tidur di karpet atau di kasur yang
sama dengan temanku. 

Sebetulnya, temanku tidak terlalu suka tidur sekasur
denganku bahkan enggan. Begitu pula aku. Menurutku, ia
terlalu segan. Sedangkan
 menurutnya, aku terlalu
sensitive, cepat terbangun! Bah…Bukankah lebih nyaman
menyelonjorkan tubuh dengan posisi seenaknya di atas
karpet, dengan perasaan puas karena aku telah
menyelesaikan sebuah tulisan, lalu mengucapkan
"Selamat tidur, sayang…" kepada angan-angan? 

Angan-angan?
Hm…aku meletakkan kedua lenganku di belakang kepala berangan-angan.

Hm…ketika jiwaku melayang, aku memasuki sebuah café di bilangan 
Makrom di tengah Nasr City pada sepotong senja kelabu yang
diselimuti kegerahan di musim panas. Hanya beberapa
orang duduk di dalam café itu. Sepi. Sayup-sayup What
Am I to You mengalun dari suara Norah Jones. 

Hm…aku melihat seseorang perempuan duduk di meja
paling sudut di dekat jendela kaca. Ia memandang
kendaraaan lalu lalang seakan-akan menghitung satu
persatu setiap yang berlalu dengan tatapan kosong.
Wajahnya cantik tetapi muram. Tubuhnya mungil tetapi
bahasa tubuhnya
 aneh. Ia melipat kedua tangan di atas
paha, matanya menatap kosong keluar jendela, lalu
seperti gelisah ia memilin-milin tali penyangga
tasnya. 

Hm…aku berjalan menuju perempuan itu.
"Kenapa kau masih di sini?" tanyaku pada perempuan
itu.
Ia menoleh. Tersenyum. Tetapi tetap muram.
"Menunggumu. Akhirnya kamu datang juga," jawabnya
gamang.
"Sudah lama?"tanyaku
"Lama sekali. Bahkan hampir putus asa menunggumu."
Guraunya sambil menjulurkan lidah.
"Lalu kenapa terus menunggu?" aku balas menggodanya.
"Karena aku yakin kamu pasti datang. Karena aku sudah
berjanji tidak akan mengecewakanmu. Karena aku sudah
berjanji akan selalu menemanimu."jawabnya lugas
"Ah…," aku menghela napas dan kemudian duduk di
depannya.
"Kenapa kau lakukan itu? Bukankah yang kau tahu aku
sudah dimiliki seorang perempuan," kataku sambil
memandangnya lekat-lekat. 

Ia mengangkat bahu. "Kalau aku jawab karena
 aku cinta
padamu…, mungkin akan sangat terdengar klise. Kamu
sudah pasti menulis terlalu banyak untuk sebuah kata
cinta. Kalau aku jawab karena aku percaya padamu,
mungkin akan sangat terdengar tolol. Kenapa bisa
percaya kepada laki-laki yang katakan saja telah
memiliki dan dimiliki perempuan lain. Lalu menurutmu,
aku harus menjawab apa?" ia balik bertanya. 

"Jawab saja sesuai kata hatimu. Bukankah kata hati
adalah suara yang paling jujur?" jawabku sambil terus
menjelajahi raut mukanya
"Hm…," ia bergumam agak panjang sambil menghirup
Banana Milk di depannya. "Karena ngeri sekali rasanya
membayangkan bila harus melukaimu," jawabnya lugu
tetapi menyentuh perasaanku. 

"Kenapa?"
"Karena kamu memberikan rasa nyaman," sahutnya cepat.
"Apakah kamu merasa nyaman menemani aku yang sangat
membosankan?"tanyaku heran.
"Tidak." jawabnya
"Lalu?" kembali aku bertanya
Ia menikam manik mataku dengan
 tatapannya yang murung.
"Tahukah kamu, kalau kangen itu adalah luka yang
paling nikmat?"tanyanya sambil tersenyum dan aku tahu 
pertanyaan itu tulus dari lubuk hatinya.
"Ah, sejak kapan kamu jadi puitis?"aku mengernyitkan
dahi pura-pura heran.
"Sejak bersamamu." jawabnya sambil terkekeh
"Dasar"Aku tertawa kecil. Bersama perempuan ini memang
mengasyikkan.
Jeda sejenak ketika aku memesan White mocca
kesukaanku.
"White mocca with cream, Hot, Tidak kepanasan? Di luar
sangat panas lho. Apakah tidak lebih baik memesan pepsi
atau jus?" sergah perempuan itu.
"Kamu selalu membuatku merasa sejuk," bisikku 
sambil mendekatkan mulutku ke telinganya. 

Olala, benarkah kata-kata pujangga bahwa dunia bisa
terbalik kalau sedang jatuh cinta? Panas jadi dingin
dan dingin jadi panas, malam jadi siang dan siang jadi
malam? Ah, itu kalau jatuh cinta pada saat dan orang
yang tepat! Sergahku dalam hati. Bagaimana kalau jatuh
cinta pada saat dan orang yang salah? Alamak, mungkin
siang malam akan menjadi panas dingin.
Telepon selularnya yang terbungkus telapak tangannya
mendadak mengeluarkan bunyi ’mengeong’. 

"Siapa?Lelaki pujaanmu?" aku bertanya tanpa mampu
menahan tawa walau gerah hati. Jarang sekali aku
mendengar ring tone mengeong seekor kucing. 

Ia bergerak menekan tombol view lalu memperlihatkan
message di layar kepadaku: "Please call me, thank you"
"Seekor kucing yang kesepian…," sahutnya dengan nada
sumbang.
"Apa kamu bilang… kucing?" tanyaku heran
"Seorang laki-laki yang kesepian," ia mengulangi
kata-katanya.
"Tadi kamu bilang seekor kucing yang kesepian." 

"Laki-laki sama seperti seekor kucing. Licik,"
sahutnya enteng. "Seekor kucing yang mengeong-ngeong
minta dipangku dan dielus-elus tengkuknya. Lalu ia
merem melek tidur di pangkuan. Tetapi ketika tetangga
sebelah menawarkan seekor pindang, dengan mudahnya ia
mengeong, mengendus, dan menjilat kepada tetangga
sebelah," sahutnya sejurus setelah
 menghirup banana
milk lagi. 

Aku tertawa tanpa bisa kucegah. "Masa sampai seperti
itu?"
Ia mengangguk-angguk. Lidahnya yang merah terlihat
seksi ketika ia menjilati bibirnya yang indah. "Ya,
semua kucing seperti itu. Entah itu kucing Persia,
kucing Siam, kucing angora, atau bahkan hanya kucing
kampung. Kucing mudah tergoda dengan pindang, empal,
hati, atau apa saja. Bahkan kalau tidak ada yang
menawari, maka sang kucing akan mencari-cari
kesempatan untuk mencuri di atas meja makan, di lemari
dapur, atau bahkan mengais-ngais tempat sampah!"
ujarnya pelan tetapi terasa ketus. 

Aku ikut mengangguk-angguk. Sambil bertanya dalam hati
apakah aku juga seperti kucing, padahal aku sangat
sulit untuk jatuh cinta. Ketika white mocca-ku datang,
kuhirup dulu. Rasa manis dan lezat terasa menyegarkan
lidah dan tenggorokanku. Walaupun ujung hidungku juga
membias hangat seperti uap yang menyembur dari
 mulut
gelas.

"Hm…itu laki-laki ya. Laki-laki seperti kucing.
Bagaimana kalau perempuan?" tanyaku sejurus kemudian.
"Perempuan seperti anjing…"
"Anjing?!" aku terpana. 

"Ya, setia seperti anjing. Apa pun anjing itu. Anjing
herder, anjing peking, anjing cow-cow, atau anjing
kampung sekalipun, ia akan tetap duduk setia menunggu
pintu sampai tuannya pulang ke rumah. Anjing hanya
memakan yang disodorkan tuannya. Bahkan terkadang,
tuannya sudah bosan dan mengusirnya sambil melemparnya
dengan sepatu, sang anjing masih kembali menjaga pintu
rumah tuannya," ia bicara panjang sambil tertawa. 

"Ada sebuah cerita yang kudengar ketika aku masih
kanak-kanak. Seekor anjing setiap pagi mengantarkan
tuannya ke stasiun kereta dan setiap sore menjemput
tuannya di stasiun kereta. Suatu hari, tuannya
meninggal di jalan dan tidak pulang kembali. Sang
anjing tetap menunggu tuannya di stasiun kereta
 itu
sampai mati pula di dalam penantiannya di stasiun
itu." 

"Hei, menurutmu itu setia atau tolol, sayang?" ia
terkikik.
"Hm, menurutku ironis!" sahutku.
Kali ini tawanya meledak. Ia tertawa sampai bahunya
yang indah terguncang-guncang. Tawa panjangnya
memenuhi ruangan café, sampai ke jalan-jalan, memantul
di selokan-selokan, menembus tirai gerimis,
mengalahkan suara merdu Norah Jones, mengaung di
sepanjang lorong hatiku.
"Ya memang harus seperti itu. Ironis. Anjing dan
kucing. Perempuan dan laki-laki. Kau dan aku."
"Kita?"
"Ya. Kita. Kau dan aku."
"Kau dan aku?" aku masih tidak mengerti.
"Ya. Kau adalah aku. Aku adalah kau."
"Hah?" 

"Ya. Kau dan aku itu adalah satu kesadaran yang sama.
Aku di dalam kau, dan kau di dalam aku. Kita adalah
laki-laki. Dan kita adalah perempuan. Kita sekarang
ada di café. Kau selalu membawaku pergi di dalam
angan-anganmu. Aku juga selalu
 mengikuti kau pergi di
dalam bayang-bayangmu." 

"Mana mungkin?!" desisku terperanjat. "Kau adalah kau.
Aku adalah aku. Ini cuma halusinasi. Ini cuma
imajinasi. Ini cuma ilusi."
"Tidak. Kita adalah sama. Ini adalah
deja-vu."jawabnya.
"Deja-vu?!" seruku tidak percaya.
"Kau siapa?" aku masih bertanya.
"Maya," sahutnya. "Aku Maya. Masa lalu, khayal, mimpi,
semu, ada dan tiada."
"Aku siapa?" tanyaku lagi.
"Asa," sahutnya. "Kau Asa. Masa depan, harapan, dan
cita-cita."
"Begitukah?" aku bergumam. "Kau Maya, masa laluku. Aku
Asa, masa depanmu.
"Ya," suaranya seakan-akan datang dari labirin ruang
jarak dan waktu di belahan dunia lain. 

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita pulang bersama?"
ajakku
"Bagaimana dengan perempuanmu?" perempuan itu bertanya
dengan sorot mata yang menembus ruang hatiku yang
terdalam.
"Apakah kau tahu aku mencintainya atau tidak? Bahkan
bisa dibilang aku
 belum mengenalnya . Sedangkan kau,
selalu berada di dalam diriku. Aku sangat
menyayangimu" timpalku
Dia tertawa manis. "Dasar kucing." Dia mencibir
"Meonggg…," sahutku. 

Lagi-lagi ia tertawa. "Hai, alangkah baiknya kalau
perempuan tidak lagi menyumpahi laki-laki dengan
kata-kata ’anjing kau!’. Bukankah semestinya perempuan
menyumpahi laki-laki dengan kata-kata ’kucing kau!’.
Bagaimana menurutmu?"
"Meonggg…," sahutku lagi mengeong seperti seekor
kucing yang sedang kasmaran.
"Kamu genit, mau menikah denganku?" tanyanya meledek
"Meonggg…kapanpun!!!" jawabku serius

Aku menariknya ke dalam pelukanku di dalam
angan-angan.
Dan aku orgasme ketika menyelesaikannya di dalam
sebuah tulisan.
Akhirnya aku beranjak menuju kamar mandi untuk
melakukan ritual anak kecil; mencuci tangan, kaki,
muka dan menggosok gigi. 

Bah!
Ketika selesai kubasuh wajahku, aku tengadah
 melihat
pantulan diriku di cermin di atas toilet.
Astaga!
Wajahku separuh anjing , separuh kucing.
Alamak!
Aku separuh menggonggong , separuh mengeong.
*** 

Kairo, 2006

Broker/Pemakelaran ( Samsaroh ) dalam Islam

oleh : Abdullah Abdulkarim Lc.

Berikut ini adalah beberapa kesimpulan penting dari hukum pemakelaran berdasarkan keterangan ulama fikih mengenai permasalahan ini.

Pertama, definisi dan rukun samsarah.

Samsaroh adalah kosakata bahasa Persia yang telah diadopsi menjadi bahasa Arab yang berarti sebuah profesi dalam menengahi dua kepentingan atau pihak yang berbeda dengan kompensasi, baik berupa upah (ujroh) atau bonus, komisi(ji’âlah) dalam menyelesaikan suatu transaksi. Adapun Simsar adalah sebutan untuk orang yang bekerja untuk orang lain sebagai penengah dengan kompensasi (upah atau bonus), baik untuk menjual maupun membeli.

Ulama penganut Hambali, Muhammad bin Abi al-Fath, dalam kitabnya, al-Mutalli’, telah meyatakan definisi tentang pemakelaran, yang dalam fiqih dikenal dengan samsarah, atau dalal sebagai sinonimnya, seraya menyatakan:

Jika (seseorang) menunjukkan dalam transaksi jual-beli; dikatakan: dalalta – dengan masdar yang difathahkan dal-nya, dalâlat(an), dikasrahkan dal-nya, dilâlat(an), atau didhammahkan dalnya, dulâlat(an) – jika anda menunjukkan seorang pembeli kepada penjual, maka orang tersebut adalah simsar atau dallâl (makelar) antara keduanya (pembeli dan penjual).

Dari penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa rukun samsaroh terdiri dari al- muta’âqidâni ( makelar dan pemilik harta ), mahall al-ta’âqud ( jenis transaksi yang dilakukan dan kompensasi) dan al-shîgat (lafadz atau sesuatu yang menunjukan keridhoan atas transaksi pemakelaran tersebut).

Kedua, hukum syara’ seputar samsaroh

Secara umum, hukum samsaroh adalah boleh berdasarkan hadits Qays bin Abi Ghurzah al-Kinani, yang menyatakan:

“Kami biasa membeli beberapa wasaq di Madinah, dan biasa menyebut diri kami dengan samasirah (bentuk plural dari simsâr, makelar), kemudian Rasulullah SAW. Keluar menghampiri kami, dan menyebut kami dengan nama yang lebih baik daripada sebutan kami. Beliau menyatakan: Wahai para tujjâr (bentuk plural dari tâjir, pedagang), sesungguhnya jual-beli ini selalu dihinggapi sesumpah dan kelalaian (kebohongan), maka bersihkan dengan sedekah.”

Hanya, yang perlu dipahami adalah fakta pemakelaran yang dinyatakan dalam hadits Rasulullah SAW tidak mencakup Multi Level Marketing MLM) dengan system makelar di atas makelar atau samsarah ‘ala samsarah , sebagaimana yang dijelaskan oleh As-Sarkhasi ketika mengemukakan hadits ini :

Dari batasan-batasan tentang pemakelaran di atas, bisa disimpulkan, bahwa pemakelaran itu dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, yang berstatus sebagai pemilik (mâlik). Bukan dilakukan oleh seseorang terhadap sesama makelar yang lain. Karena itu, memakelari makelar atau samsarah ‘ala samsarah tidak diperbolehkan. Sebab, kedudukan makelar adalah sebagai orang tengah (wasîth). Atau orang yang mempertemukan (muslih) dua kepentingan yang berbeda; kepentingan penjual dan pembeli. Jika dia menjadi penengah orang tengah (wasîth al wasîth), maka statusnya tidak lagi sebagai penengah. Dan gugurlah kedudukannya sebagai penengah, atau makelar.

Ketiga, syarat-syarat yang berhubungan dengan pemakelaran.

Secara praktis, pemakelaran terealisasi dalam bentuk  transaksi dengan kompensasi upah ‘aqdu ijâroh atau atau dengan komisi ‘aqdu ji’âlah. Maka syarat-syarat dalam pemakelaran mengacu pada syarat-syarat umum ‘aqad atau transaksi menurut aturan fikih islam,

Syarat-syarat umum tersebut transaksi dapat diterapkan pada al-’âqidâni (penjual dan pembeli) dan al-shîgat. Sedangkan seorang makelar hanya dibebankan syarat al-tamyîz tanpa al-aqlu wal bulugh seperti yang disyaratkan pada al-‘âqidâni, sebab seorang makelar hanya sebagai penengah dan tidak bertanggungjawab atas transaksi.

Adapun syarat-syarat mengenai mahall al-ta’âqud (objek transaksi dan kompensasi), para ulama mensyaratkan objek transaksi yang legal (masyrû’) dan kompensasi yang telah ditentukan (ma’lûm).

Keempat, praktik pemakelaran dengan cara ‘aqdu ijâroh

Seorang makelar berhak mendapatkan kompensasi berupa upah jika telah menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan padanya dan ‘aqd ijâroh yang telah disepakati sah menurut hokum. Dan kompensasi seorang makelar merupakan beban pihak pertama atau pemilik, kecuali jika ada klausul tertentu atau adat yang bertentangan dengan hal tersebut.

Jika terjadi cacat pada akad yang berakibat pada batalnya akad tersebut, apabila makelar mengetahuinya maka dia tidak berhak mendapatkan kompensasi, tapi apabila dia tidak mengetahuinya maka dia berhak mendapatkan kompensasi sesuai dengan ketentuan. Dan jika makelar menjual dengan harga melebihi harga yang ditentukan maka uang lebih menjadi hak pemilik harta atau pihak pertama dan si makelar tidak mendapatkan apa-apa kecuali upah yang telah ditentukan. Sedangkan pada jual beli murôbahah, hitungan upah yang diterima makelar mengacu dan disesuaikan dengan adat yang berlaku.

Barang hilang atau rusak tidak menjadi tanggungjawab makelar jika ia merupakan makelar tunggal ajîr khâs dan menjadi tanggungjawab jika ia merupakan makelar kolektif ajîr musytarik.

Demikian beberapa kesimpulan mengenai pemakelaran berdasarkan pada aturan fikih islam.

Objek Wisata Rohani Mesjid Fenomenal Kubah Mas Depok

Masjid merupakan urgensi religius, social, politis, dan intelektual.  Tradisi pembangunan masjid dalam sejarah perjalanan Islam, tidak hanya menampakan bias kemegahan dan hiasan tapi lebih menonjolkan perannya dalam ibadah, ukhuwah dan dan keilmuan. Oleh karena itu hal yang pertama Rasulullah Saw. lakukan ketika sampai ke Quba dalam Hijrahnya ke Madinah adalah membangun masjid. Berkaitan dengan peran masjid kita bisa berkaca pada Masjid Nabawi, yang dibangun secara sederhana dengan atap dari pelepah kurma dan dinding dari Lumpur yang dikeraskan. Namun masjid ini begitu kaya dengan aktivitas, menjadi tempat Rasulullah membina umatnya, bermusyawarah tentang masalah umatnya, mengatur strategi, dan menimba ilmu.

Semakin hari peran masjid yang diajarkan Rasulullah semakin mengikis, kini kebanyakan masjid lebih identik dengan kemegahan arsitekturnya dibanding dengan nilai dakwahnya.

Sebagai symbol kemegahan masjid, setidaknya ada 3 masjid yang memiliki kubah terbuat dar emas. Salahsatu dari tiga masjid tersebut terletak di tanah air dan telah menjadi salah satu tempat wisata religius yang meneduhkan.

Masjid berkubah emas dibangun di tepi Jalan Raya Meruyung-Cinere di Kecamatan Limo, Kota Depok.

Pemilik masjid berkubah emas ini, Hj Dian Djuriah Maimun Al Rasjid, pengusaha minyak asal Banten, membeli tanah di Kelurahan Meruyung sejak tahun 1996. Masjid berarsitektur indah ini dibangun sejak tahun 2001 dan diresmikan tanggal 13 Desember tahun 2006.

Mesjid yang konon terbesar dan termegah di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Sebagai bangunan yang memesona masjid berkubah emas ini dibangun pada lahan sekitar dua hektar, tetapi bangunannya berukuran 60 meter x 120 meter atau sekitar 7.200 meter persegi dan mampu menampung sekitar 15.000 hingga 20.000 jemaah. Ruangan masjid terbagi atas ruang utama, ruang mezanin, halaman dalam, selasar atas, selasar luar, dan ruang-ruang fungsional lainnya. Ruangan utama masjid didominasi oleh warna monokrom dengan warna dasar krem. Warna-warni ini seolah memberi nuansa tenang dan nyaman bagi pengunjung mesjid.

Salahsatu keunikan yang dapat disaksikan pengunjung masjid ini terletak pada kubah tengah masjid. Masjid Dian Al Mahri  mempunyai kubah berjumlah lima, yakni satu kubah utama dan empat kubah kecil. Bentuk kubah utama menyerupai kubah bangunan Taj Mahal di India. Kubah tersebut mempunyai diameter bawah 16 meter, diameter tengah 20 meter dan tinggi 25 meter. Sementara kubah-kubah kecil lainnya memiliki diaeter bawah 6 meter, diameter tengah 7 meter dan tinggi 8 meter. Selutuh kubah tersebut dilapisi emas setebal 2 hingga 3 milimeter dan dihiasi oleh mozaik kristal. Selain itu di sudut-sudut masjid juga berdiri enam menara heksagonal berbentuk segi enam dengan tinggi 40 meter. Keenam menara ini dibalut oleh batu-batu granit abu-abu yang diimpor dari Italia dengan ornaen melingkar. Pada puncak menara-menara ini juga terdapat kubah kecil yang dilapisi oleh emas. Enam menara ini konon melambangkan jumlah rukun iman, sedang lima kubah melambangkan rukun Islam.

Dimasjid ini juga terdapat lampu gantung yang didatangkan langsung dari Italia dengan berat 8 ton. Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan kekhasan relief yang menghiasi mihrab yang terbuat dari emas 18 karat. Kekhasan relief dan hiasan yang berlapis bahan prado atau sisa emas. Dan pada langit-langit terdapat hiasan kaligrafi bergaya kuffi yang tebuat dari lempengan kuningan berlapis emas.

Jika dilihat secara umum, arsitektur masjid ini mirip bangunann-bangunan masjid di Timur Tengah, yakni dengan  cirri khas kubah, menara, halaman dalam, serta corak hiasan dekoratif dengan elemen geometris dan obelisknya.

Di depan bangunan masjid dibangun taman hijau nan asri. Konsep penataan taman ini merupakan kolaborasi antara arsitektur bangunan masjid bernuansa timur tengah dengan suasana lingkungan tropis Indonesia. Tak jauh dari masjid dibangun gedung serba guna yang sejak tahun 2005 digunakan untuk tempat pengajian yang berkapasitas 15.000 orang. Di dekatnya juga tampak sejumlah tempat peristirahatan berlantai dua.

Pengunjung yang ingin berwisata rohani ke masjid ini juga dapat mengikuti kegiatan-kegiatan pengajian yang diselenggarakan masjid ini secara rutin, diantaranya pengajian umum setiap hari Selasa, Rabu, Sabtu, dan Minggu.

Sebagai kawasan terpadu untuk sarana ibadah, dakwah, pendidikan, dan kegiatan social, masjid ini di kemudian hari akan dilengkapi dengan rumah sakit, sekolah perawat, pesantren, dan universitas.

Semoga, setelah melaksanakan ziarah ke masjid kubah emas ini, pengunjung pulang ke rumah masing-masing dengan hati emas.

Hukum Ringkas Zakat Fitrah

Oleh : Abdullah Abdulkarim Lc,

Di sini saya akan mencoba memaparkan apa itu Zakat Fitrah dan hukumnya. Selain itu akan dijelaskan mengenai siapa yang dikenakan kewajiban zakat fitrah, besarannya, waktu pembayarannya, dan kepada siapa zakat fitrah dibagikan.

Ta’rif dan Hukumnya •

Zakat atau sedekah fitrah adalah zakat yang disebabkan datangnya Idul Fitri setelah Ramadhan. Diwajibkan pada tahun kedua hijriyah –bersamaan dengan kewajiban puasa– dan berbeda dengan zakat-zakat yang lainnya karena zakat ini wajib atas setiap orang, bukan atas kekayaan. • Jumhurul ulama bersepakat bahwa zakat fitrah itu hukumnya wajib, seperti dalam hadits Ibnu Umar bahwa, “Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah dari bulan Ramadhan satu sha’ kurma dan gandum atas setiap orang merdeka atau budak sahaya, laki-laki dan wanita umat Islam ini.” (Al-Jama’ah). Demikianlah pendapat empat madzhab. • Rasulullah saw. telah menjelaskan hikmah zakat fitrah, yaitu sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia yang sangat sulit dihindari saat sedang berpuasa. Zakat fitrah juga menjadi makanan fakir miskin pada Hari Raya sehingga mereka semua dapat merayakan Idul Fitri dengan senang dan bahagia.

Siapa yang diwajibkan? •

Zakat ini diwajibkan kepada setiap muslim, baik merdeka atau budak, laki-laki atau wanita, besar atau kecil, kaya atau miskin. Seorang laki-laki mengeluarkan zakat untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya. Seorang isteri mengeluarkan zakat untuk dirinya atau oleh suaminya. Tidak wajib dibayarkan untuk bayi yang masih dalam kandungan, meskipun disunnahkan menurut Ahmad bin Hanbal. • Jumhurul ulama mensyaratkan zakat itu kepada seorang muslim yang memiliki kelebihan makanan pada Hari Ied itu sebesar zakat fitrah yang menjadi kewajibannya. Hutang yang belum jatuh tempo tidak boleh menggeser kewajiban zakat, berbeda dengan hutang yang sudah jatuh tempo (yang harus dibayar seketika itu).

Besar Zakat Fitrah •

Tiga ulama (Malik, Syafi’i, dan Ahmad) telah bersepakat bersama jumhurul ulama bahwa zakat fitrah itu sebesar satu sha’ kurma, gandum, atau makanan lain yang menjadi makanan pokok negeri yang bersangkutan. Seperti yang ada dalam hadits di atas juga hadits Abu Said Al-Khudri, “Kami pernah membayar zakat fitrah dan Rasulullah saw. bersama kami, berupa satu sha’ makanan, atau kurma, atau gandum. Seperti itu kami membayar zakat, sampai di zaman Muawiyah datang di Madinah yang mengatakan, ‘Sekarang saya berpendapat bahwa dua mud gandum Syam itu sama dengan satu sha’ kurma.’ Lalu pendapat ini dipakai kaum muslimin saat itu.” (Al-Jama’ah). Madzhab Hanafi berpendapat bahwa zakat fitrah itu sebesar satu sha’ dari semua jenis makanan. • Satu sha’ adalah empat sendokan dengan dua telapak tangan orang dewasa standar atau empat mud. Karena satu mud itu juga sebesar sendokan dengan dua telapak tangan orang dewasa standar, jika dikonversi sekitar 2.176 gr. • Zakat fitrah dikeluarkan dari makanan pokok mayoritas penduduk di suatu negeri, atau dari mayoritas makanan pokok muzakki jika lebih baik dari pada makanan pokok negeri mustahik. Demikianlah pendapat jumhurul ulama. • Diperbolehkan membayar dengan nilai uang satu sha’ jika lebih bermanfaat bagi fakir miskin. Demikianlah pendapat madzhab Hanafi, yang diriwayatkan pula dari Umar bin Abdul Aziz dan Hasan Al Bashri, pendapat yang lebih mudah dikerjakan pada masa sekarang ini.

Waktu Membayarkannya •

Zakat fitrah wajib dibayar oleh orang yang bertemu dengan terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadhan. Ini menurut madzhab Syafi’i. Atau yang bertemu dengan terbit fajar Hari Ied, menurut madzhab Hanafi dan Maliki. • Wajib mengeluarkan zakat fitrah sebelum shalat Ied, seperti dalam hadits Ibnu Abbas. Diperbolehkan membayarnya lebih awal sejak masuk bulan Ramadhan, menurut madzhab Syafi’i. Dan yang utama mengakhirkannya satu atau dua hari menjelang Iedul Fitri. Demikianlah pendapat yang dipegang oleh madzhab Maliki. Diperbolehkan mendahulukannya sampai awal tahun menurut madzhab Hanafi, beralasan bahwa namanya tetap zakat. Dan menurut madzhab Hanbali diperbolehkan mensegerakannya mulai dari separuh kedua bulan Ramadhan.

Kepada Siapa Zakat Ini Dibagikan? •

Para ulama bersepakat bahwa zakat fitrah ini dibagikan kepada fakir miskin kaum muslimin. Abu Hanifah memperbolehkan pembagianya kepada fakir miskin ahli dzimmah (orang kafir yang hidup di dalam perlindungan pemerintahan Islam). • Prinsipnya bahwa zakat fitrah itu diwajibkan untuk dibagkan kepada fakir miskin, sehingga tidak diberikan kepada delapan ashnaf lainnya. Kecuali jika ada kemaslahatan atau kebutuhan lain. Zakat ini juga hanya dibagikan di negeri zakat itu diambil, kecuali jika di negeri itu tidak ada fakir miskin, diperbolehkan untuk memindahkannya ke negara lain. • Zakat fitrah tidak boleh dibagikan kepada orang yang tidak boleh menerima zakat mal seperti orang murtad, fasik yang mengganggu kaum muslimin, anak, orang tua, atau isteri.

« Older entries